Tak Enak Hati Menjadi Kebiasaan Diri
Beberapa orang memiliki rasa tak enak hati terhadap orang lain. Padahal apa yang dilakukannya sudah benar dan merasa tidak ada kesalahan sedikitpun terhadap orang lain. Akan tetapi rasa tak enak hati selalu hinggap di dalam dirinya sehingga orang tersebut berusaha untuk selalu menyenangkan semua orang dan berusaha untuk tidak membuat orang lain kecewa. Baginya melihat kebahagiaan orang lain itu lebih berharga dibanding kebahagiaan diri sendiri. Lebih tepatnya mereka lebih mengutamakan kepentingan orang lain daripada kepentingan dirinya sendiri.
Rasa tak enak hati adalah perasaan diri sendiri yang terkadang tidak sesuai dengan cara pandang orang lain. Rasa tak enak hati sering meminta maaf padahal ia tidak berbuat salah, sering berkata ‘iya’ padahal tidak setuju, mengakibatkan kecemasan, gelisah, kekhawatiran, takut bersalah yang berlebihan, dan sebagainya. Rasa tak enak hati itu menyusahkan pemiliknya. Mau tegas menyatakan sikap, tak enak hati. Mau nolak, tak enak hati. Mau mengingatkan kesalahan orang lain, tak enak hati. Mau mundur dari suatu kelompok karena merasa tidak nyaman, tak enak hati. Akhirnya memaksakan diri padahal hati berontak karena bertentangan dengan keinginan diri. Ujung-ujungnya merugikan diri sendiri.
Apa-apa serba tak enak hati. Maunya dianggap baik dan netral di sana-sini. Akibatnya, ia menjadi pribadi yang kurang pendirian. Karena takut membuat orang lain tersinggung, jadilah ia pribadi yang tidak tegas. Inginnya menyenangkan semua pihak. Tanpa berani menunjukan sikap pribadi aslinya, karena rasa tak enak hati tersebut. Padahal memiliki rasa tak enak hati bisa membuat hidup dirinya rumit karena pilihannya sendiri.
“Keridhaan semua manusia adalah satu hal yang mustahil untuk dicapai, dan tidak ada jalan untuk terselamatkan dari lidah mereka, maka lakukanlah apa yang bermanfaat untuk dirimu dan berpegang teguhlah dengannya.” (Imam Syafi’i Rahimahullah).
Jadi susah kalau kita hidup untuk menyenangkan semua orang. Impossible, sesuatu yang sangat sulit, bahkan tidak mungkin untuk dicapai. Kemungkinan besar kita akan mengecewakan banyak orang dengan pilihan hidup kita, bahkan mungkin kita akan dijauhi orang lain karena kejujuran kita. Tapi, bukankah itu adalah sesungguhnya kita?
Lebih baik menjadi pribadi yang jujur kepada dirinya sendiri sehingga tidak menyusahkan diri sendiri daripada berusaha menyenangkan semua orang, namun diri sendiri tak bahagia. Menyenangkan orang lain adalah hal yang mulia, tidak ada salahnya ketika kita ingin menyenangkan orang lain. Tetapi kita juga perlu ingat akan kebahagiaan diri sendiri.
Semua ada porsinya kapan harus empati dan kapan harus mencintai diri sendiri. Keduanya harus seimbang, ada saatnya untuk peduli dengan orang lain dan ada saatnya untuk peduli dengan diri sendiri. Katakan yang haq adalah haq dan yang bathil adalah bathil. Jadilah seseorang yang teguh dalam berprinsip dan tidak mudah terbawa arus. Berani mempertahankan prinsip yang benar, berani tampil untuk menyuarakan pendapat. Berani mengatakan yang benar tanpa ada rasa takut dibenci. Berani mengakui kesalahan dan berkata, “iya, saya salah dan engkau benar”.
Rasa tak enak hati bukan hal yang salah, jika diposisikan pada tempatnya. Artinya ketika kita melakukan kesalahan dan mengganggu orang lain maka harus berani untuk mengakui kesalahan lalu meminta maaf. Namun jika apa yang dilakukan benar, sesuai adab, tapi orang lain tidak suka karena mungkin apa yang dilakukannya mengusik perasaan mereka, itu bukan termasuk kesalahan kita. Tugas kita hanya menyampaikan apa yang benar, bukan untuk selalu menyenangkan semua orang. It’s simple, we just cannot please everybody and we don’t have to.
Penulis : Retno
Editor : Salisa