Bedah Kedewasaan
vikkastyle.blogspot.com |
Salah satu sedulur tua LPM Tanpa Titik
bertanya “Angkatane nyong ning LPM pan
apa eh? Coba kritik para orang tua jangan ragu” tutur Azzam. Penghuni grup pun
menanggapi dengan
santai, kemudian Azzam bertanya kembali mengenai usia “Usia mapan diukur dari mana? Dan usia potensial dari mana? Lanjut Azzam.
Hingga memunculkan respon yang beragam dari dulur lainnya.
Azam memantik
kembali dengan menjabarkan
beberapa pernyataan. Pertama, alasan usia apakah hanya sebagai tanah? Atau juga
bisa menjadi sistem alam merubah tatanan manusia?
kalau menjadi
alasan, apa yang harus dilakukan masyarakat atau keberaaan manusia pada usia tertentu? Misal
1-25, 25- 0, 0-80. Syifa pun merespon dengan
menjelaskan bahwa “Kehidupan memiliki fasenya masing-masing, diantaranya fase rahim,
fase alam dunia,
fase alam kubur dan
seterusnya. Setiap fase yang berkembang dengan
sendirinya. Seperti anak, fasenya bermain, bersenang-senang, dan sekolah. Fase
orang dewasa ya kuliah, kerja
nikah, dll. Lalu tahapan itu ada
edpendent,
independent, inferdepenent.
Pertama Edpendent (ketergantungan)
yaitu bayi hingga anak-anak. Bayi sangat bergantung mulai dari disusui, makan, kasih
sayang, dan pelajaran. Nah di sini
peran orang tua sangat tinggi. Kemudian fase independent
(mandiri)
disini manusia mulai
berkembang dan
tumbuh kemandirian. Fase ini kurang lebih 8-10 tahun misal sudah bisa membeli
jajan sendiri, pengakuan diri
dll. Terakhir fase inferdependent (saling tergantung) artinya ia harus melihat dunia luas, melihat
orang lain, menghargai, memahami, berinteraksi dan bersosialisasi. Sehingga muncul
simpati dan empati pada sesama. Orang tua dan lingkungan berperan
tinggi, fase ini berada
di usia 11-15 (minginjak
remaja). Sedangkan
tahapan remaja ada 3 yaitu ada
remaja awal, madya dan
remaja akhir. Remaja awal berusia 10-13 tahun. Di sini pertumbuhan dan perkembangan fisik serta
psikisnya menonjol. Biasanya emosinya tertuju ke jati diri. Remaja madya umur
1-16 perkembangan dan
pertumbuhan pubertas mulai terlengkapi. Emosinya sudah mulai ke arah kesiapan
pendewasaan, pembentukan karakter yang lebih kompleks. Remaja akhir usia 16-19
tahun ada pencapaian tertentu,
misal ingin berintelektual, paham pengalaman, bersosialisasi biasanya juga
muncul egonsentrisme. Kalau fisik
ciri-cirinya jelas, seperti cewek menstruasi, pinggul melebar seterusnya. Cowok
tumbuh jakun, berotot seterusnya” Imbuh Syifa.
“Pertumbuhan
bukankah tidak dihitung dengan usia seseorang? Jadi, masalah kedewasaan mungkin
bisa diukur dari
usia atau tidak ?” tanya Heri.
“Realitasnya,
semakin tambah usia semakin bijak, dan
umur hanya sebuah angka.” ungkap Vikar.
“Sebenarnya dewasa dicari apa ditemukan? kalau
dicari berarti di luar diri, kalau ditemukan berarti dalam diri, dan kira-kira pengaruh
yang menjadi
faktornya apa saja?” Sanggah Azzam.
Yayi pun merespon bahwa “Dewasa lebih ke proses
pembentukan, kalau dicari
realitanya ada beberapa orang yang nyaman dan bangga dengan tingkah laku ke
kanak-kanakan mereka.”
“Kalo ada dalam diri tidak dibentuk
ya sama saja bohong. Faktor pembentukan kedewsaan ya dari luar, seperti
nasihat.” tambah Zidni.
Percakapan pun diwarnai dengan canda tawa, cletukan, dan tak jarang pula sindiran.
“Saya mau Tanya lur, kenapa setiap bicara kedewasaan
selalu berujung bicara nikah? Seolah nikah itu tujuan hidup,
nikah diibaratkan garis finish dalam
perlombaan. Padahal ada
tipe manusia yang tidak nikah tapi segalanya berkecukupan. Bahagia?” tanya Izzie.
Dalam kesempatan itu, Syifa
pun merespon “Karena kita bicara fase, seperti di Jawa ada tembang macopat yang jumlahnya ada 12.
Nah itu adalah ada
fase asmaradana,
dengan wujud pernikahan dan
mempunyai keturunan. Untuk masalah umur kita kembali ke diri kita masing-masing.
Kalo kaitanya dengan
agama nikah merupakan wujud
menyempurnakan separuh agama, pun menjadikan
ladang pahala. Tapi beda kalau kita bicara
masalah mental, kesiapan, finansial dan tujuan pernikahan. Namun fase kesiapan
juga ada yang bergeser. Fase A ia sudah mengalami, namun B belum mengalami fase
A.”
Syifa
beranggapan bahwa bukan berarti tujuan
akhir hidup itu nikah. Itu tidak sepenuhnya benar. Ini hanya bicara soal fase.
Soal nikah adalah
tujuan hidup
itu subjektif, paradigma
dan persepktif.
“Ketika sekian
membahas tentang fase usia dalam kehidupan, selanjutnya apa? dan untuk apa? Untuk
menemukan apa?” tanya Heri. Sementara Vikar mengatakan bahwa “Hidup untuk
menemukan jawaban, untuk apa aku dihidupkan?
Sudahkan aku memenuhi apa
yang dikatakan tuhan? Faizzah
menambahkan bahwa hidup ini untuk menemukan jati diri yang sesungguhnya.
Percakapan
kembali diselingi dengan cletukan
kawan-kawan LPM Tanpa Titik sampai dengan akhir pembahasan. Kemudian diskusi
tersebut ditutup oleh Heri. Dengan mengambil hikmah bahwa “Jadikan umur sebagai cermin, sesuatu
yang terkesan negatif jadikan rem, supaya masuknya positif. Jangan lupa
bahagia, dan
bahagia bukanlah sesuatu yang dicari,
tetapi diciptakan.”
Penulis : Yayi
Editor : Salisa