Bincang-bincang mengenai sistem baru di kampus IBN Tegal
yang bernama Sistem Informasi Akademik
(SIAKAD) mengundang huru-hara bagi sebagian banyak mahasiswa.
Pertanyaan-pertanyaan pun muncul di banyak obrolan mahasiswa, hal ini
menyebabkan Tim Redaksi LPM Tanpa Titik tergugah untuk mencari informasi dan
pengetahuan mengenai hal tersebut. Lalu kami menemui Rizqi Abdillah selaku
kepala pusat data dan informasi IBN.
Berawal dari obrolan ringan mengenai apa itu SIAKAD dan
bagaimana latar belakang adanya sistem tersebut, beliau menjelaskan bahwasannya
SIAKAD adalah Sistem Informasi Akademik dimana hal itu digunakan untuk
mempermudah mahasiswa maupun Civitas Akademik dalam proses pembelajaran maupun
sistem perkuliahan. Adanya SIAKAD ini berawal dari Sistem Integrasi Sumber Daya
(SISTER) yang dipergunakan untuk dosen yang berkaitan dengan Tridarma di
Perguruan Tinggi. Kemudian berlanjut ke SIAKAD dimana sistem itu wajib dimiliki
oleh Perguruan Tinggi, untuk KEMENAG sendiri baru saja diterapkan beberapa
tahun lalu. Sedangkan untuk KEMENDIKBUD sudah lama menggunakan sistem tersebut.
SIAKAD ini baru saja diterapkan untuk mahasiswa semester 2
dan 4, karena SIAKAD melibatkan banyak elemen, termasuk server kampus dan admin
kebendaharaan. Untuk itu perlu adanya adaptasi dan pembiasaan terlebih dahulu
mengenai sistem baru tersebut. SIAKAD memiliki banyak fitur di antaranya yaitu
Penerimaan Mahasiswa Baru Online (PMB Online), pengisian KRS online, KHS
Online, penilaian dosen, pembayaran, administrasi, dll. Mahasiswa maupun dosen
dapat mengakses secara mudah mengenai kegiatan dan apa saja yang berkaitan
dengan perkuliahan melalui SIAKAD tersebut.
“Adanya fitur ini mempermudah mahasiswa, dulu sebelum adanya
SIAKAD mahasiswa FITK menunggu KHS keluar hampir berbulan-bulan. Hal ini
disebabkan karena KAPRODI merekap nilai data mahasiswa dengan jumlah yang
banyak. Jadi, memperlambat penerbitan KHS. Selain itu, mahasiswa juga banyak
mengakses administrasi, misalnya melihat tagihan atau mengupload bukti
pembayaran” tutur Rizqi Abdillah.
Beliau juga menjelaskan bahwa pihak terkait belum mampu
memsosialisasikan SIAKAD tersebut kepada mahasiswa, dengan alasan jumlah
mahasiswa yang cukup banyak dan keadaan kampus dalam masa pandemi. Beliau hanya
memaparkan sosialisasi SIAKAD melalui youtobe, hal ini diinformasikan ke
KAPRODI dan diteruskan kepada mahasiswa. Namun untuk sosialisasi kepada dosen
sudah terlaksana, karena dosen dapat dicover hanya beberapa orang saja.
Untuk itu, Rizqi Abdillah menyatakan bahwa beliau memaklumi dan mewajari
apabila banyak mahasiswa yang kurang memahami bahkan tidak dapat menggunakan
SIAKAD tersebut.
“Nantinya ketika SIAKAD ini sudah berjalan maksimal, maka
untuk penilaian pun berlangsung secara sistematis dari SIAKAD tersebut. Dalam
hal ini, dosen sudah diberi akun masing-masing untuk mengakses SIAKAD. Kemudian,
dosen tersebut yang mengupload ke sistem dan sistem yang akan mengakumulasi
Indeks Prestasi (IP). Kemudian untuk mahasiswa juga akan mendapatkan nomor
ijazah dari sistem. Nomor ini akan diupload dari hasil KHS yang telah
terkumpul. Oleh karena itu pengisian dan penempatan data itu sangatlah penting
bagi mahasiswa dan server di Perguran Tinggi” sambung Rizqi Abdillah.
“Selain huru-hara kabar tentang SIAKAD ini, ada kabar lagi
dari sebagian banyak mahasiswa yang mengundang banyak tanda tanya, yaitu
mengenai her-registrasi. Beberapa obrolan membicarakan bahwa apabila kita belum
membayar her-registrasi, maka kita tidak bisa membuka akses SIAKAD dan tidak
bisa mengisi KRS online. Lalu bagaimana? Apakah hal itu benar adanya?
Bagaimanakah penjelasan yang lebih rincinya?” tanya Syifa.
“Ya. Saat penerapan sistem ini maka mahasiswa diwajibkan
melakukan pembayaran her-registrasi sebesar RP. 150.000 lalu melakukan login
ke website IBN, yaitu ibntegal.ac.id lalu masuk ke layanan sistem
dan dan memilih SIAKAD, maka di situ tertera fitur lainnya. Cara login
nya menggunakan NIM lalu password dengan mengisi tahun, bulan, tanggal
lahir dari mahasiswa. Apabila kita belum mengetahui NIM, maka kita bisa melihat
ke fitur cek data dan masukan nama, maka akan muncul NIM. Untuk pengisian KRS di
situ maka ada persyaratan untuk mengupload bukti pembayaran
her-registrasi. Pembayaran her-registrasi itu dibayarkan setiap kali naik
semester, dalam artian lain yaitu untuk mengaktifkan kembali status mahasiswa.
Namun untuk mahasiswa semester 1, 2 pembayaran her-registrasi itu sudah masuk
ke uang gedung, saat ini karena proses adaptasi SIAKAD, maka mahasiswa semester
2 tetap diwajibkan membayar her-registrasi. Tetapi nanti pembayaran UAS itu
dipotong, yang tadinya RP. 300.000 menjadi RP. 150.000. Nah, untuk mahasiswa
semester 4 wajib membayar her-registrasi untuk mengisi KRS online. Kemudian
untuk pembayaran, IBN memiliki kebijakan mahasiswa diwajibkan untuk membayar
her-registrasi sebesar RP. 150.000 dulu untuk mengaktifkan status keaktifan
mahasiswanya, dan untuk pembayaran SPP sebesar RP. 2.000.000 itu dibayar
menjadi dua, yakni pembayaran UTS RP. 1.000.000 dan pembayaran UAS RP.
1.000.000 serta pembayaran UAS sebesar RP. 300.000” jelas Rizqi Abdillah.
Heri menyambungi percakapan itu. “Lalu bagaimana dengan
mahasiswa semester 6, dan 8? Apakah mereka tetap membayar her-registrasi, untuk
mengisi KRS nya bagaimana? Dan apabila kita belum membayar her-registrasi maka
kita tidak boleh mengikuti perkuliahan?”
Rizqi Abdillah menjelaskan, semester 6 dan 8 sama saja harus
membayar her-registrasi. Namun mereka belum menggunakan SIAKAD ini, dan
pengisian KRS masih secara biasa. Dalam hal pembayaran, kami pihak terkait
masih sangat membuka waktu untuk melaksanakan pembayaran, admin kebendaharaan
juga standby mengakses SIAKAD tersebut. Kaitannya dengan perkuliahan,
mungkin mahasiswa masih boleh mengikuti perkuliahan, tetapi ada beberapa dosen
yang menerapkan kebijakan absensi berdasarkan mereka yang membayar dan mengisi
KRS, jadi tergantung pada kebijakan dosen.
“Untuk KRS sendiri itu bagaimana? Apakah kita bisa memilih
Mata Kuliah (MK) apa harus berdasarkan satu paket, kemudian apabila nilai diupload
secara sistematis, maka mahasiswa masih bisa melakukan perbaikan nilai atau
sudah tidak dapat diubah? Kemudian untuk her-registrasi itu atas kebijakan
siapa? Apakah Dekan, KAPRODI, atau kebendaharaan? ” sanggah Heri.
“Jadi begini, IBN menerapkan sistem paketan. KRS itu hanya
sebagai sistem, untuk MK sendiri digunakan satu paket. Terkait nilai, sistem
memberikan waktu untuk perbaikan nilai selama kurang lebih satu bulan. Jadi
apabila ada kekurangan nilai atau perbaikan, masih bisa diperbaiki dan dapat
diperbarui kembali. Nah, untuk her-registrasi itu di bawah naungan WAREK II, selaku
sarana dan prasarana” jelas Rizqi Abdillah.