Mononatrium
Glutamat
Mononatrium glutamat, monosodium glutamat, atau
natrium/sodium glutamat merupakan garam natrium dari asam glutamat yang
merupakan salah satu asam amino non-esensial paling berlimpah yang terbentuk
secara alami. Orang-orang biasa menyebutnya sebagai MSG atau micin. Biasanya zat ini ditambahkan ke makanan
sebagai penyedap rasa, seperti sayuran kaleng, sup, dan daging olahan.
Namun, beberapa orang mengklaim bahwa Mononatrium
glutamat atau MSG menyebabkan peningkatan aktivitas glutamat di otak dan
stimulasi sel-sel saraf yang berlebihan yang dapat menyebabkan kerusakan atau
memperlambat kinerja otak, jika mengonsumsi MSG dalam jumlah yang terlalu
besar.
Begitu pula dengan kamu. Senyummu bagai penyedap rasa
bagiku, jika aku tidak melihat senyummu barang satu hari saja, hidupku terasa
hambar. Seperti makanan rumah sakit. Dan jika aku terlalu lama melihat
senyumanmu, otakku akan rusak. Maksudku, yang ada di otakku hanya ada dirimu,
dirimu, dan dirimu Ariyo.
Aku dan kamu sudah berteman sejak kecil dan tumbuh
besar bersamaan. Dan, karena terlalu sering bersama, aku mulai menyukaimu lebih
dari seorang teman.
Aku lebih suka mendengarkan kamu bercerita tentang
kegiatan sehari-harimu. Meskipun aku juga ingin bercerita, namun aku tak tega
memotong dan mengganti ceritamu dengan ceritaku. Yah walaupun sesekali
membuatku sakit, tapi tak apa. Melihatmu tersenyum sudah cukup bagiku.
****
Aku senang sekali menceritakan dirimu dalam diam. Ada
rasa bahagia tersendiri bagiku.
Pagi itu, aku duduk di teras agar bisa melihatmu dan
senyummu yang membuatku candu. Saat itu, hampir satu pekan aku tak pernah
melihat senyummu. Namun, aku melihatmu berangkat pagi-pagi sekali dan selalu
terburu-buru. Aku tau kau sibuk, organisasimu mengadakan event penting
dan kamu sebagai ketuanya. Tapi, tak harus melupakan sarapan kan? Eggy, adikmu
yang menceritakan kepadaku bahwa kau sering melupakan sarapan.
Aku tidak bisa melihat kamu sakit. Hatiku sakit jika
melihat wajahmu yang pucat, meskipun masih bisa mengeluarkan senyum andalanmu. Ingin sekali rasanya aku mengingatkanmu,
tapi aku takut membuatmu risih. Mengingat kau mengajakku jalan hanya karena
sedang suntuk atau bosan dan terlihat seperti mengabaikanku. Jujur saja aku
sedih. Tapi aku tak berani bilang. Melihatmu tersenyum saja sudah
membuatku bersyukur.
Aku tertawa sumbang kala mengingat percakapan kita,
pada malam itu.
"Yo, kamu tahu tidak, apa persamaanmu sama
mononatrium glutamat?" Tanyaku padamu sambil terkikik.
"Loh jadi maksudnya aku asin, begitu?"
Jawabmu kala itu sedikit tak terima.
Aku terbahak dengan pertanyaan kamu,
"bukan.." Aku menjeda kalimatku untuk bernafas, lalu melanjutkan,
"Senyum kamu itu seperti penyedap rasa Yo. Kamu tau sup? Jika sup tidak
dibubuhi penyedap rasa, maka rasanya akan hambar. Itu seperti aku jika tidak
melihat senyummu barang sehari saja."
Kamu hanya tersenyum dan menggaruk tengkuk yang tidak
gatal.
"Maaf ya Rin, aku ngga bisa. Aku nganggap kamu
seperti adik sendiri. Tidak lebih," katamu dengan sorot mata merasa
bersalah.
Aku hanya tersenyum dan menggangguk memaklumi.
****
Kala sore itu, kamu mengajakku keliling komplek.
Awalnya aku tak ingin mengiyakan ajakanmu. Tapi, melihat wajah memelasmu aku
jadi tidak tega. Aku
dan kamu mengelilingi komplek hingga ke Alun-alun kota diselimuti keheningan.
Aku tak membuka suara sama sekali, begitupun dengan kamu yang tidak berusaha
membuka topik pembicaraan. Sangat menyebalkan.
"Mau mampir dulu di sini?" Tanyamu saat
berhenti di depan cafe biasa yang kita singgahi.
"Boleh," kataku sambil mengangguk dan
tersenyum singkat.
Setelah duduk di kursi yang kosong, aku menatap lekat
wajahmu. Ternyata wajahmu pucat, dan seperti menahan sakit. Saat kutanya
kenapa, pasti jawaban kamu tetap sama seperti dulu, "Aku nggapapa
Rini." Tapi, aku tau kalau kamu itu menyembunyikan sesuatu.
Kamu bercerita banyak mengenai hari-harimu. Dan
sesekali melempar candaan. Aku senang sekali bisa melihat senyum dan tawamu
yang lebar, meskipun wajahmu sedikit pucat. Selepas itu, aku mengajakmu untuk
pulang ke rumah. Aku tau, kamu masih ingin bercerita banyak. Tapi, aku tidak
bisa. Semakin lama bersamamu, aku akan jatuh lebih dalam lagi.
Namun, andai saja aku tau pada sore itu akan menjadi
pertemuan terakhir kita,
maka aku tidak akan meminta pulang. Aku akan lebih lama menikmati senyummu yang
meneduhkan sebelum memudar.
Aku menyesal. Kini, tidak ada lagi penyedap rasa dalam
hidupku.
Maaf, dan terima kasih sudah menjadi mononatrium
glutamat dalam hidupku, Ariyo.
Penulis : RL