Budaya dan Tradisi Moci
Hari Sabtu, 15 Januari 2022, telah dilaksanakan
diskusi rutinan LPM Tanpa
Titik dengan tajuk Budaya dan Tradisi Moci, yang dipantik oleh dulur tua Heri
Mulyono. Kegiatan ini dimulai pada pukul 11.30-14.00 WIB dengan diawali pembacaan surat Al-Fatihah untuk
kelancaran kegiatan diskusi dan dilanjutkan dengan menyanyikan lagu Indonesia
Raya stanza I, II, dan III yang dipimpin oleh dulur Amel.
Kemudian, pembacaan
muqoddimah berupa materi tentang Silaturahmi Untuk Menuangkan Inovasi yang ditulis oleh Atmo Tan Sidik dan
materi tentang Strategi Pembangunan Berbasis Budaya yang ditulis oleh Inang Winarso secara
bergilir oleh semua peserta diskusi.
Lalu, dulur Heri
selaku pemantik menanyakan apa itu budaya kepada peserta diskusi. Peserta
menanggapi dengan antusias. Beberapa jawaban dari teman-teman yaitu kebiasaan, adat, perilaku, dan tradisi.
Dari beberapa jawaban
tersebut, dulur Heri meyimpulkan bahwa budaya yaitu suatu perilaku yang
dilakukan secara terus menerus dan turun temurun sehingga menjadi kebiasaan, dari kebiasaan tersebut lalu menjadi adat dan tradisi.
Kemudian, pemantik
menambahi bahwa budaya berasal dari kata akal budi yang berarti luhur dan suatu
yang bersifat nilai keindahan. Setelah
itu, menanyakan perbedaan budaya dan kebudayaan kepada
peserta diskusi.
Dulur Izzi menanggapi bahwa kebudayaan yaitu budaya
yang sudah diresmikan atau sudah dianggap umum. Sedangkan budaya itu sendiri
belum terlalu umum.
"Kalau menurut saya,
budaya dengan kebudayaan artinya sama, tetapi cakupannya lebih luas kebudayaan."
tambah Vikar.
Dulur
Heri menambahkan bahwa kebudayaan itu culture yang berarti kebiasaan.
Jadi maksudnya, kebiasaan masyarakat yang memang dilakukan secara terus menerus
dan turun-temurun. Dan, barang jadi dari kebudayaan itu disebut budaya.
Gampangnya, kebudayaan
itu bisa disebut proses dan budaya disebut sebagai produk dari kebudayaan atau
proses tersebut.
Selanjutnya, moci sebagai
tradisi.
Keberadaan teh poci
merupakan hasil adaptasi, kebiasaan minum dikalangan bangsawan yang sudah ada
sejak zaman Mataram. Tradisi moci diawali sejak Laksamana Cengho (China, abad
ke-19) datang ke tanah Jawa membawa misi perdamaian, termasuk membawa informasi
teknologi, budaya, pertanian, tenun kain, batik, pembuatan tahu dan tempe,
termasuk pembuatan minuman teh di dalam teko dan cangkir, serta keramik dan
gerabah yang dibawa dari daerah China.
Dapat
dikatakan bahwa tradisi moci di Kabupaten Tegal sudah berlangsung cukup lama,
bahkan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Namun, sebelum adanya perindustrian
teh di Tegal, dulunya banyak pabrik gula.
Dulur
Heri menjelaskan bahwa tradisi moci merupakan tradisi minum teh gula batu
dengan media poci dan cangkir yang terbuat dari tanah liat.
Selanjutnya, dulur
Heri juga menyampaikan filosofi moci. "Ketika moci, kita harus bersabar
untuk menunggu gula batunya larut dan tercampur dengan teh agar berasa manis.
Layaknya kehidupan, kadang kita harus bersabar terlebih dahulu sebelum
merasakan manisnya kehidupan." Tuturnya.
Dari penjelasan diatas,
muncul pertanyaan dari dulur Dian. "Bagaimana sikap kita ketika
budaya Indonesia terkikis
oleh budaya luar dan orang lain malah lebih mengikuti kebudayaan luar? Serta
bagaimana cara kita menanggapi budaya kita yang diakui oleh orang di luar Indonesia?".
"Kalau menurut saya,
ketika ada orang yang menyukai budaya luar, fair-fair saja. Kita tidak
boleh men-judge
bahwa orang tersebut telah melupakan budaya kita sendiri. Dan, mungkin orang
tersebut melakukan apa yang ia senangi. Jadi, kita tidak bisa men-judge
orang tersebut." jelas Heri.
"Dan, ketika ada
negara lain yang mengakui budaya Indonesia. Masyarakat Indonesia lebih fokus
pada problem yang ada, bukan lebih mengakui budayanya. Sehingga negara yang
mengakui atau meng-claim budaya Indonesia melakukan dromologi atau percepatan dalam mengakui budaya. Dan karena
itu, Indonesia akan kalah karena masyarakat Indonesia lebih fokus pada problem
yang ada." tambah Heri.
Selanjutnya, strategi
pembangunan berbasis budaya.
Dulur
Heri selaku pemantik memaparkan strategi pembangunan berbasis budaya yang ada
di Tegal. Ada tiga geografis
perkembangan di Tegal, yaitu pesisir, pertanian, dan perindustrian.
Saat kita melakukan pembangunan, harus tau letak geografis yang pas dan
cocok. Misalnya, ketika kita membangun perindustrian,
kita tidak boleh merusak budaya pesisir dan pertanian. Maksudnya, kita harus tau, dimana akan melakukan
pembangunan perindustrian yang pas tanpa merusak dua budaya lainnya seperti
yang telah disebutkan diatas.
Karena hari sudah semakin
siang, dan gulungan-gulungan awan mulai menghitam, diskusi diakhiri oleh
moderator dengan membaca sholawat Maula yaa sholli..
Penulis : Amelll
YouTube - v1.0.0 - videodl.cc
BalasHapushttps://www.youtube.com/embed/7DjTf1jmXv4. On youtube, youtube to mp3 reddit the person who is responsible for providing and receiving gambling services is the