Aku Siapa?
Pict by id.postermiwall.com |
Aku melihat pantulan diriku dicermin. Ada yang aneh. Dia terlihat pucat, matanya memerah, disekitar kantung matanya berwarna hitam, dan terlihat sesak nafas.
Kemudian, aku tersenyum. Tetapi dia tidak mengikutiku. Dia hanya
menampilkan wajah datar yang agak errr menakutkan. Lalu aku tertawa,
barangkali dia mengikutiku. Ohh tidak. Dia malah menangis dan menjerit
kesakitan sambil melambaikan tangan.
Tidak. Ada apa ini? Mengapa seperti itu? Aku takut melihat
bayanganku sendiri didepan cermin. Itu bukan aku. Iya, itu pasti bukan aku. Tapi,
kalau bukan aku lalu siapa?
Aku selalu tersenyum dan tertawa dihadapan orang-orang. Dan aku
tidak cengeng. Tidak pernah menangis sekali pun dihadapan ibuku sendiri.
Sungguh aku tidak mengenalinya. Lalu mana aku yang asli? Kenapa aku
menjadi menakutkan?
Tidak boleh. Orang-orang tidak boleh melihat pantulan diriku yang
ada dicermin. Mereka pasti akan menganggapku buruk. Aku akan selalu terlihat
baik dan sempurna di mata mereka.
Tiba-tiba. Krakk. Prangggg...
Cerminku pecah. Bayanganku keluar dari cermin itu. Mataku membulat
sempurna. Bagaimana bisa?
Dia mendekatiku. Kemudian memelukku dengan erat. Lalu membisikkan
sesuatu yang membuatku seperti dihantam ombak.
"Kau yang telah membuatku seperti ini. Kau itu manusia, bukan
bidadari. Mau sampai kapan seperti ini? Aku sakit, sangat sakit. Ketika dirimu
lebih mementingkan sikap dihadapan orang lain dibanding dengan kondisiku saat
ini." bisiknya
Dia membisikkanku dengan isak tangis yang amat memilukan. Aku
kenapa? Aku siapa? Kenapa menjadi seperti ini?
"Lihat lenganmu. Sudah berapa banyak goresan dan darah yang
kau keluarkan? Kau, jahat sekali. Orang-orang memang menganggapmu baik, tapi
tidak. Bagiku kau adalah monster." lanjutnya
Aku hanya bisa menangis, menangis, dan menangis. Ternyata aku jahat
terhadap diriku. Aku tidak pernah memikirkan batinku yang sudah terluka parah.
"Maaf," ucapku lirih
"Maaf? Hanya maaf yang bisa kau ucapakan setelah lamanya waktu
kau menyiksaku?"
"Tidak. Aku tidak bermaksud menyakitimu."
"Lalu apa?!! Seolah-olah semuanya baik-baik saja. Padahal kau
sedang dalam masalah besar. Waras tidak sih? Aku ingin sehat dan bahagia."
ucapnya dengan lirih namun menusuk
Aku tidak bisa berkata-kata. Sangat terpukul setelah melihat dan
mendengar semuanya dari bayangan diriku sendiri.
Dia memelukku semakin erat. Hingga tangannya mencekik leherku
kuat-kuat. "J-jjangan" ucapku terbata
"Kau harus menebus kesalahanmu. Karenamu, aku jadi tidak
hidup. Aku telah mati setelah apa yang kau perbuat." balasnya
Dia terus mencekikku hingga aku sesak nafas dan semuanya menjadi
gelap.
***
"Aaaaaaa...."
Aku berteriak dan membuka mata. Aku seketika seperti orang
ling-lung. Mataku langsung mencari keberadaan cermin, dan untunglah masih utuh.
Masih utuh? Aku mengucek mata dan mengeceknya lagi. Dan benar masih
utuh. Lalu aku berjalan kearah cermin. Semuanya baik-baik saja.
Jadi, kejadian bayanganku keluar dari cermin lalu dicekik itu hanya
mimpi? Syukurlah.
Aku menghela nafas lega.
Tiba-tiba, seperti ada yang meniup wajahku. Aku kembali menatap
cermin.
"Oh shit! Kenapa malah seperti dalam mimpi?" batinku
Pantulan diriku dicermin kembali keluar. Aku menepuk pipiku keras,
dan itu rasanya sakit. Yang berarti bukan mimpi.
Aku berjalan mundur menjauhinya. Namun dia semakin mendekatiku.
Dadaku rasanya sesak, sesak sekali. Dia terus berjalan maju
menghampiriku. Aku takut. Dia terlihat mengerikan. Padahal dia adalah diriku
sendiri.
Kemudian dia memelukku. Pelukannya sangat nyaman, tidak seperti
dalam mimpi yang penuh dendam dan amarah.
Aku hanya mematung, pelukannya begitu menenangkan.
"Maaf, karena telah menemuimu lewat mimpi dan membuatmu
kesakitan. Aku hanya ingin menyadarkanmu, bukan membunuhmu. Aku ingin kau dan
aku kembali. Ayo hidupkan aku lagi. Mari berjuang bersama untuk membereskan
semua ini. Aku yakin kau pasti bisa." ucap pantulan diriku dengan lembut
dan seperti menahan tangis. Lambat laun bayanganku melebur seperti debu. Lalu
hilang dalam sekejap mata.
Hanya isakan yang keluar dari mulutku. Aku merasa bersalah pada
diriku karena telah membuatnya seperti mati, padahal ada. Aku baru menyadarinya
bahwa aku telah kehilangan diriku yang dulu. Hingga membuat diriku begitu
tersiksa atas apa yang telah kulakukan.
"Maaf, dan terima kasih telah menyadarkanku." ucapku
kepada diriku dalam hati
Penulis : Rinn