Jumpa Ngaji Jurnalistik Edisi Pasca PJTD
Minggu, 11 Desember 2022 LPM Tanpa Titik telah
melaksanakan ngaji jurnalistik yang merupakan tindak lanjut dari acara PJTD
periode 2022/2023. Kegiatan ini tidak hanya diperuntukan untuk anggota LPM yang
ikut serta PJTD namun juga bisa diikuti oleh semua anggota LPM. Acara dimulai
pukul 11.00 WIB, yang diawali dengan kontrak belajar oleh dulur Ilwan
dan dilanjutkan dengan pemberian silabus jurnalistik sekaligus mengulas kembali
materi jurnalistik oleh Asyifa Suryani selaku pematik.
Syifa membuka materinya dengan mengulas web LPM serta
menjelaskan apa itu berita, warta kampus, opini, esay dan ngaji jurnalistik. Ia juga memberikan contoh dengan
menampilkan karya-karya dari dulur-dulur LPM. Menurut Syifa web LPM bisa
dijadikan sebagai media untuk belajar jurnalistik atau bisa juga dengan
alternatif pembelajaran lain seperti narasi TV, Jurnalis Najwa Shihab dan
Jurnalis Dandhi Laksono.
“Yang saya dari dulu pelajari itu Narasi TV punya
Najwa Shihab, kemudian Buku Catatan Najwa Satu, Catatan Najwa Dua di dalamnya
disebutkan bahwa kepenulisan itu seperti apa, isinya seperti apa dan lain
sebagainya.” Jelas dulur Syifa.
Jurnalistik berasal dari dua kata “jurnal” yang
artinya catatan dan “istik” adalah berkaitan, jadi jurnalistik yaitu hal-hal
yang berkaitan dengan kepenulisan, kewartawanan atau berita. Kegiatan mencari,
mengelola dan menyampaikan informasi. Sedangkan jurnalisme adalah paham yang
berkaitan dengan jurnalistik, adapun untuk jurnalis itu sebagai pelaku atau
orangnya. Ketika kita menghasilkan produk dari jurnalistik maka kita dinamakan
jurnalis namun beritanya atau kepenulisannya dinamakan jurnalistik.
Secara konseptual jurnalistik bisa dikatakan sebagai soft
skill. Menurut Syifa kita harus bisa membedakan antara soft skill
dan hard skill. Jika kita pembelajaran di ruang kelas mata kuliah itu
dikatakan sebagai hard skill dan ketika akhirnya ikut organisasi dan
mengikuti pelatihan di luar namanya soft skill. secara praktis jurnal
dikatakan sebagai aktual yang artinya terkini.
Tidak semua orang tahu bahwa jurnalistik merupakan
pilar kebangsaan, di mana urutan pertama ada eksekutif, kedua legislatif,
ketiga yudikatif dan yang keempat adalah pers atau jurnalistik. Bahkan LPM
Tanpa Titik sendiri sebenarnya tidak
ingin disebut
sebagai unit kegiatan mahasiswa karena kedudukannya yang setara dengan DEMA dan
SEMA. Kampus diibaratkan sebagai miniatur negara yang mana DEMA sebagai
eksekutif atau yang menjalankan, SEMA sebagai legislatif, kemudian untuk
yudikatif di dalam kampus sebagai MPM (majelis permusyawaratan mahasiswa) dan
yang terakhir ada pers. Minimnya pengetahuan tersebut di IBN Tegal membuat LPM
masih dianggap sebagai UKM.
Pada dasarnya menjadi jurnalis itu susah-susah
gampang. Menurut pemateri jurnalis dikatakan gampang karena banyak pelatihan
jurnalistik tersedia dan dapat diakses dengan mudah. Menjadi jurnalis tidak
harus dari lulusan ilmu komunikasi atau lulusan sastra. Bisa dari mana saja,
bersifat umum sesuai dengan basic, minat dan bakat. Bisa dilihat dari
seorang Najwa Shihab, ia merupakan lulusan hukum tapi sekarang berkiprah
menjadi jurnalis.
Dikatakan susah karena mengemban tanggung jawab yang
besar dan pada zaman sekarang banyak lembaga jurnalistik yang menyeleksi secara
ketat jurnalisnya sehingga tidak semuanya bisa lolos.
Bagi seorang pemula yang menginginkan menjadi
jurnalis, dibutuhkan tips-tips ringan seperti sering membaca buku, perbanyak
menulis, mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi, sering-sering berdiskusi dan
komunikasi, percaya diri serta bersifat skeptis atau tidak mudah percaya.
Selain Syifa yang memang sebagai pemateri, para
anggota LPM juga diberi kesempatan
untuk mengungkapkan pemahamannya tentang materi yang sedang di jelaskan.
Pada pembahasan mengenai 9 elemen jurnalisme + 1 yang
disempurnakan point kelima, jurnalis harus melayani sebagai pemantau kekuasaan
bukan hanya pemerintah namun semua lembaga masyarakat. Menurut pendapat Echi bahwasanya seorang jurnalis
harus bertindak sebagai pemantau independen terhadap kekuasaan, jurnalis tidak
sekedar memantau pemerintah tetapi semua lembaga kuat di masyarakat. Jurnalis
juga mengangkat suara pihak-pihak yang lemah dan tidak mampu bersuara sendiri.
Selanjutnya pada point ketujuh, jurnalis
harus berupaya membuat hal yang penting jadi menarik. Menurut pendapat Ochi mengenai point tersebut bahwa
seorang jurnalis harus memperhatikan unsur estetika bahasanya dalam membuat
tulisan.
Sampai pada mendekati akhir kegiatan para anggota LPM diberi
tugas untuk membuat tulisan menggunakan bahasa mereka mengenai alasan masuk
LPM, harapannya ketika ada di LPM, cita-cita yang diinginkan di LPM serta
komitmen yang akan dilakukan sebagai anggota LPM.
Diskusi berjalan dengan lancar dan semua anggota LPM
yang hadir dapat mengikutinya kegiatan tersebut dengan khidmat. Kegiatan pun
ditutup sesuai dengan yang telah disepakati dalam kontrak belajar yaitu pukul
14.00 WIB.
Penulis : Arfia L.
kereenn👌
BalasHapus