Diskusi Bedah Puisi "Hujan Bulan Juni"

 Diskusi Bedah Puisi "Hujan Bulan Juni"

Pict by: LPM Tanpa Titik


Rabu, 18 Januari 2023,  LPM  Tanpa Titik telah melaksanakan Diskusi Rutinan yang diadakan dua minggu  sekali. Diskusi dimulai dari pukul 12.30 hingga 15.30 WIB. Matahari yang cukup hangat pun cukup menemani diskusi kali ini. Diskusi ini diawali dengan membaca Al Fatihah kemudian dilanjutkan menyanyikan lagu Indonesia Raya III Stanza, kemudian pembacaan Puisi Hujan Bulan Juni karya Sapari Djoko Damono oleh salah stau peserta Diskusi.

Puisi “Hujan Bulan Juni” sebelum bertransformasi menjadi novel lalu ditampilkan di layar lebar dengan medium film, sudah lebih dulu ditampilkan dengan iringan musik dalam bentuk musikalisasi puisi pada 1980-an. Sejak itu puisi SDD semakin dikenal luas di Indonesia.

“Hujan Bulan Juni” selain menjadi karya sastra yang fenomenal. Juga, puisi ini terkenal di lingkungan perguruan tinggi dan menjadi bahan kajian para Mahasiswa dan Ilmuwan. “Hujan Bulan Juni” terlahir sebagai puisi, kemudian bertransformasi menjadi karya prosa atau novel dengan judul yang sama.

Dulur Iqbal selaku pemantik menjelaskan sedikit biografi Sapardi Djoko Damono yang lahir pada tanggal 20 Maret 1940 dan wafat pada 19 Juli 2020. Beliau adalah seorang pujangga berkebangsaan Indonesia terkemuka. Ia kerap dipanggil dengan singkatan Namanya yaitu SDD atau sapaan akrabnya adalah Eyang Sapardi. Beliau adalah putra pertama pasangan Sadyoko dan Saparian. Sapardi dikenal melalui berbagai puisinya mengenai hal-hal sederhana namun penuh makna kehidupan, sehingga beberapa di antaranya sangat populer, baik di kalangan sastrawan maupun khalayak umum. Salah satu karyanya yang cukup fenomenal yaitu Hujan Bulan Juni.

Diskusi berlangsung sangat dinamis, para peserta mencoba membedah bait pertama pada puisi Hujan Bulan Juni, "Hujan Bulan Juni, waktu itu mungkin sedang terjadi kemarau sehingga hujan adalah sesuatu yang begitu dinantikan, tabah dalam merahasiakan rindunya."  tutur Gino peserta Diskusi.

"Seseorang yang begitu kuat menahan rindunya pada seorang kekasih yang begitu berharga." imbuh Maul.

Dulur Iqbal menambahkan, "jadi Eyang Sapardi menuangkan rahasia rindu yang sedang mekar-mekarnya pada bait pertama ini".

Erul bertanya, "Apakah pada saat itu Eyang Sapari pernah mengalami rindu yang begitu hebatnya? Karna kadang seseorang menulis puisi juga berdasarkan apa yang dirasakanya".

"Eyang sapardi adalah seorang sastrawan, jadi menulis adalah suatu yang sudah mengalir dalam jiwanya, dia bukan  hanya menulis apa yang dia rasakan namun juga melakukan riset kecil untuk menumbuhkan ide-ide yang akhirnya bisa dituangkan dalam sebuah puisi,"  jawab pemantik.

Puisi ini mempunyai arti tentang ketabahan dan kesabaran dari sebuah kasih sayang. Puisi almarhum Sapardi di larik kata. "Tidak ada yang lebih tabah dari Hujan Bulan Juni.” menggambarkan kasih sayang. Dari kata itu, almarhum ingin menggambarkan ketabahan dari hujan yang tak turun ke bumi di Bulan Juni. Karena Bulan Juni pada umumnya telah memasuki musim kemarau, sehingga di bulan ini tidak turun hujan dan artinya mengarah pada arti ketabahan, kesabaran seseorang untuk tidak menyampaikan sayang dan rindunya pada orang yang dicintainya.

Sementara larik kata, “Tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni.” mempunyai makna dia bisa dengan tabah bertahan tidak menyatakan sayang dan rindunya. Sedangkan, “Dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu.” bermakna bahwa dia ingin menghapus keraguan berupa prasangka jelek dalam sebuah penantian. Pada larik, "Tak ada yang lebih arif dari hujan Bulan Juni.” memiliki makna bahwa dia pintar dalam hal menyimpan dan menyembunyikan rasa sayang dan rindunya kepada yang ia cintai.

Kemudian pemantik menambahkan bahwa dalam Puisi Hujan Bulan Juni ini menggambarkan seseorang yang memiliki rasa ingin mengungkapkanya, namun lebih memilih memendam perasaan itu. Point dari sebuah puisi bisa sangat simple, diksi, majas dan kata yang dituang adalah bentuk untuk melengkapi dan memperindah maksud dari penulis.

 

Antusias peserta Diskusi pun membuat waktu berjalan cepat, tak terasa sudah menunjukan pukul 15.30 Diskusi kemudian ditutup dengan pembacaan sholawat maulaya yang dipimpin oleh moderator.

 

 

Penulis : Rifa

Editor : Tim Redaksi

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama