Bedah Buku "Kubah" Karya Ahmad Tohari, Tingkatkan Ruang Literasi Bagi Mahasiswa

Hari ini Minggu, 29 September 2024 LPM Tanpa Tititk IBN Tegal telah menyelenggarakan Bedah Buku "Kubah" karya Pak Ahmad Tohari dari Tinggarjaya, Jatilawang, Banyumas dan pelantikan pengurus LPM Tanpa Titik IBN Tegal masa aktif 2024-2025 dengan dihadiri beberapa perwakilan mahasiswa di Tegal - Brebes, pegiat literasi dan sastrawan nasional. 

Acara ini di moderatori oleh Rifatun Ni'mah, serta Riswanda dan Anggun Mahadewi sebagai MC yang berlangsung di Aula IBN lantai 2, tepatnya di Jl. Jeruk No. 9, Kedungcongkol, Procot, Kec, Slawi, Kab, Tegal dengan dihadiri oleh 63 peserta. 

Bedah buku ini dimulai pukul 09.00 Pagi dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan dilanjut dengan prosesi pelantikan yang dipimpin langsung oleh bapak warek 3 Dr. Zaki Mubarok, MSI dan disaksikan dulur tua LPM, ormawa IBN, serta SEMA dan DEMA.

Dokumen LPM Tanpa Titik 

Dalam kesempatan kali ini, Navis sebagai ketua panitia memberikan sambutan kepada peserta yang hadir,

"kegiatan bedah buku kubah merupakan intrepetasi dari nilai-nilai kultur desa yang mempunyai paham komunisme, diharapkan para peserta dapat memahami apa yang nanti disampaikan Pak Ahmad Tohari agar tidak salah kaprah mengenai fahamisme ini." ujarnya

Tidak kalah penting, Fadlu Yauman sebagai pimpinan umum turut memberikan sambutannya,

"Terimakasih terhadap semua panitia yang telah bekerja keras demi kelancaran acara ini hingga selesai. Menurutnya buku kubah memiliki nilai kritis yang dalam mengenai kehidupan pemerintah desa yang dikuasai oleh faham komunis, sehingga sungguh beruntung yang membaca dan memahami isi buku ini apalagi di bedah langsung oleh pembuatnya," ujarnya

Pak Ahmad Tohari menjelaskan mengenai bedah buku ini, bahwa kubah yang berarti mahkota masjid dipakai sebagai simbol keimanan seseorang dan tokoh utamanya. Dalam buku ini terdapat juga kisah-kisah cinta sebagai bumbu agar tidak membosankan pembaca.

Uniknya, Pak Ahmad Tohari tidak menggunakan android bukan karna beliau tidak mampu untuk membeli, tapi karna untuk menjaga kedaulatan beliau. Meskipun terlihat jadul tapi nomer yang sering menghubunginya kebanyakan dari pihak istana.

"Saya itu termasuk orang yang sedih ketika PKI dibubarkan. Saya sering dikira PKI. Orang PKI itu benci dengan tuhan, saya mendaulati (mengasihi,membela dan menerima )orang-orang PKI karna Tuhan saya,krna saya NU karna saya islam," ujarnya


Kemudian bedah buku dilanjutkan dalam sesi tanya jawab dengan berbagai pertanyaan dari audience mengenai isi dari buku tersebut. 

"Pak Ahmad Tohari dalam sambutannya menyampaikan buku kubah tersebut yang menceritakan tentang lingkup suatu daerah tapi setelah kita cermati ternyata mencakup ruang nasional juga, lalu kenapa latarbelakang desa diambil dalam buku tersebut," ujar Gus Aqib

"Dengan mengambil latar belakang desa merupakan upaya saya untuk membantu mereka, dimana masyarakat desalah yang masih memiliki beban dimana masih memikirkan besok makan apa besok gimana," katanya

Namun, ada salah satu mahasiswi dari kampus UPS Tegal sangat terkesima melihat Pak Ahmad Tohari, sehingga dia menceritakan pengalaman membacanya hanya selesai cuman 2 hari, serta mulai bertanya mengenai kehidupan dalam lingkup buku kubah tersebut.

"Tips bagaimana manusia itu bisa ikhlas dan memaafkan, hal ini terdapat pada karman yang masih diterima oleh warga pegaten setelah masa pengungsian yang begitu lama," ujar Aulia 

Kemudian beliau menjawab dengan bahasa santun dan menenangkan "Pertama maafkan lah diri sendiri dulu beliau juga membiasaan perilaku yang sabar mudah memaafkan di dalam rumah atau didalam keluarganya karna dengan memaafkan (ora kelangan ora kalongan)," katanya

Berbeda dari keduanya, seorang mahasiswa ini memberikan pertanyaan mengenai nama kubah yang dipakai untuk buku tersebut.

"Dalam buku ini menceritakan tentang komunis tapi kenapa judul buku tersebut disimbolkan dengan kubah? Kenapa tidak langsung dengan palu arit saja?," ujar Yanuar 

Beliau mulai tertawa mendengar pertanyaan tersebut, kemudian menjelaskan mengenai maksud dari nama kubah itu. "Kalau saya memakai gambar palu arit maka tidak bisa disebar luaskan apalagi dicetak, maka dari itu saya memakai bangunan kubah sebagai bentuk dari bahasa yang lembut," katanya


Bedah buku diakhiri pada pukul 12.00 siang dengan closing statement dari beliau, 

"Aku menulis maka aku lahir". 

Diharapkan bagi para peserta setelah mengikuti acara ini bisa mengambil banyak pelajaran dari Pak Ahmad Tohari selaku penulis buku "Kubah" yang sudah dikenal masyarakat Indonesia dan mampu mengintrepetasi dalam kehidupan.

Penulis: Nisfu Laili

Editor: Yanuar

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama