Legenda Sastrawan Tinggarjaya, Ahmad Tohari Penulis yang Tak Lekang Waktu

Siapa yang tak mengenal dengan tokoh legendaris ini? Beliau merupakan penulis terkenal dengan berbagai representasi yang sangat luas, hingga beberapa tulisannya dimuat dalam beberapa bahasa asing. 

Perawakan dan pakaiannya bagi sebagian orang mungkin tidak mencerminkan seorang penulis terkenal, namun ciri khas tersebut yang membuat sastrawan seluruh Indonesia mengakui kehebatan tulisannya.

Dengan julukan Sastrawan Hijau, beliau Pak Ahmad Tohari berhasil menyihir seluruh pembaca menjadi semakin asik merealisasikan kehidupan dalam ruang lingkup kebebasan. Tidak kalah penting, beliau ini sangat sederhana, tenang, dan tidak mau neko-neko dalam kehidupan, maka dari itu kita sebagai pembaca lakulah untuk meniru keseharian Pak Ahmad Tohari ini.

Pak Ahmad Tohari, begitulah sapaan para pembaca saat bertemu dengannya. Rumahnya tidak begitu mewah, malah terkesan seperti rumah desa pada umumnya. Namun, beliau memiliki pengetahuan yang tidak seperti orang lain termasuk gaya penulisan dan ketajaman berfikir yang sangat realistis dengan kehidupan yang didalami penulis. 

Ntah, apa yang di tirakati orang tua beliau hingga melahirkan seorang legendaris sastrawan Indonesia ini, meskipun lahir di desa kecil bernama Tinggarjaya, Kecamatan Jatilawang, Kabupaten Banyumas. Hal tersebut tidak menyurutkan keinginan beliau untuk menulis, apalagi dengan kondisi sosial pada saat itu membuat keinginan menulis semakin kuat.

Legenda Sastrawan Tinggarjaya Ahmad Tohari 



Awal mula kecintaan Pak Ahmad Tohari terhadap bacaan yaitu ketika melihat ayah beliau, Kyai Muhammad Diryat sering membaca kitab untuk persiapan mengaji, sekaligus sebagai ketua partai dari salah satu organisasi bernama Nadhlatul Ulama ranting Jatilawang, dan mengharuskan membaca koran partai setiap harinya.

Dari kebiasaan ayah beliau tersebut, membuat Ahmad Tohari kecil kecanduan membaca hingga sekarang. Hingga tahun 70-an beliau sering menulis catatan harian sekaligus mulai belajar bahasa, memilah kata, kalimat yang pas dan tepat pada saat duduk dibangku SMA.

Hingga tahun 1979, Pak Ahmad Tohari hijrah ke Jakarta untuk menjadi redaktur di harian merdeka. Meskipun mempunyai kesibukan sebagai redaktur, beliau selalu menyempatkan diri untuk menulis novel "Ronggeng Dukuh Paruk".

Yang kita tahu bahwa novel tersebut menjadi karya fenomenal dari beliau yang sudah diterjemhkan dalam beberapa bahasa Jepang, Tionghoa, Belanda, Jerman, Bahasa Inggris dengan judul The Dancer yang diterbitkan oleh Lontar Foundation. 

Sembari terus mengirim tulisan-tulisannya ke media massa, Ahmad Tohari melanjutkan sekolahnya di Fakultas Kedokteran Universitas YARSI, Jakarta tahun 1967 hingga 1970. 

Saat berkuliah di YARSI, Ahmad Tohari sempat bekerja di Bank Negara Indonesia (BNI) sebagai tenaga honorer yang mengurusi majalah perbankan tahun 1966 hingga 1967. 

Namun, Ahmad Tohari tidak menyelesaikan pendidikannya di YARSI, karena ia lebih memilih untuk menetap di desanya, Desa Tinggarjaya, Banyumas. 

Selama di desa, Ahmad Tohari sibuk mengurus Pondok Pesantren NU Al Falah sampai sekitar tahun 1974. Setelah itu, Tohari kembali melanjutkan pendidikannya di Fakultas Ekonomi di Universitas Jenderal Soedirman sejak tahun 1974 hingga 1975. 

Baru satu tahun belajar di Fakultas Ekonomi Ahmad Tohari memutuskan untuk pindah ke Fakultas Sosial Politik sejak 1975 hingga 1976.

Pada tahun 1982, Pak Ahmad Tohari kembali ke desanya Tinggarjaya dan meninggalkan pekerjaan sebagai redaktur hanya untuk menulis dan menyelesaikan novel "Ronggeng Dukuh Paruk" dan mengalami masa pengangguran yang pait.

Namun, dengan kegiatan pulang pergi tersebut pak Ahmad Tohari memberikan suatu perjuangan yang tidak lepas dari proses menuju kesuksesan yang dirasakan sekarang. Beruntungnya istri beliau selalu mendukung apapun langkah yang diambil seorang ayah dengan lima orang anak ini.

Adapun karya tulis beliau yang sangat terkenal selain dari Ronggeng Dukuh Paruk yaitu Kubah, novel ini berhasil memikat pembaca dengan kontruksi sejarah yang sangat realitis dan kiasan tokoh yang menarik. Dengan latar belakang tahun 1965 novel kubah menciptakan suatu pandangan bagi anak muda zaman untuk mengetahui dinamika partai komunisme yang terjadi saat itu.

Dengan demikian LPM Tanpa Titik Institut Agama Islam Bakti Negara Tegal akan mengadakan bedah buku "Kubah" yang dihadiri langsung beliau Pak Ahmad Tohari, pada hari minggu, 29 September 2024 di Aula IBN Tegal.

Penulis: Yanuar

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama