LPM tanpa kamu senyumku terasa hampa, begitulah gambaran dari sebuah Lembaga Pers Mahasiswa Tanpa Titik tanpa adanya kalian. Mungkin, lembaga ini akan terasa hampa bila kekosongan mulai menjalar tanpa semangat.
Daun-daun jatuh tanpa arah, matahari tak nampak indah dari biasanya, rotan tak lagi elastis untuk mengapai tanah, begitupun dengan kalian, LPM tanpa kamu senyumku terasa hampa. Gambaran tersebut hanya untaian kesedihan kami.
Bahkan sebuah tulisan ini mungkin tak lagi bermoral, jika satu kalimat tak pernah engkau baca dengan selesai. Apakah mungkin lembaga ini akan menjadi sebuah legenda dahsyat yang mengalahkan cerita Rahwana dan Shinta? LPM tanpa kamu senyumku terasa hampa.
Begitulah narasi yang ugal-ugalan dengan untaian realistis yang tergambar dari tidak mengertinya kami mengenai lembaga ini. Semua sudah tahu betapa unggul dan kreativnya bila dia tidak terhempas dari ruang ini.
LPM tanpa kamu senyumku terasa hampa
Tak ada tudung menutupi kepala perempuan itu. Sebentar saja mukanya merah dan kepalanya pusing oleh sengatan matahari. Lalu bagaimana dengan Dia, jika tidak tersenyum kembali apakah aku masih normal untuk menggapainya?
Seperti burung branjang terbang tinggi mengitari para penuai yang sedang sibuk memotong tangkai bulir-bulir padi. Suaranya renyah. Kemudian suara puluhan ani-ani masih terdengar seperti bunyi serangga yang rakus.
Apakah gambaran tersebut mampu kalian baca dalam tulisan ini? Ah, mungkin tidak diriku hanya bergumam untuk sebuah angan-angan belaka.
Merasa memiliki adalah anugerah terindah, apalagi saat LPM tanpa kamu senyumku terasa hampa selalu mengitari kepala peningku.
Cobalah kalian pahami, satu persatu kalimat ini bahwa tidak ada hasrat nafsu dalam lembaga ini untuk dipertahankan jika masih seperti ani-ani yang mengepak gabah dengan kebisingan mereka.
Mari bersama pertahankan semangat kita wahai kalian yang terjebak dalam ruang kebosenan dalam hidup, yang kosong seperti gelas tak diisi air, es yang selalu mencair saat panas, hati yang selalu menetap pada seorang penjahat.
Kalian bukan anak kecil yang berkulit bayi mudah untuk tergores, menangis, menjerit, mengentak, melengking tinggi, putus, lalu senyap.
Kalian bukan semut merah yang tiba-tiba berubah perangai. Ia bergerak lebih cepat, lebih semangat tapi pada permulaan saja.
Andaikan bapak Tirto Adhi Soerjo masih hidup mungkin kalian akan digampar dengan sekuat tenaga. Malu melihatnya, tak sudi mendengarnya.
Bung! Semangat kalian adalah nyawa kami, darah kami, tulang kami dan seluruh tubuh sempurna ini. Bergembiralah bersama, menangislah bersama.
LPM tanpa kamu senyumku terasa hampa adalah butir kesedihan yang tak bisa kami bendung bila kalian menyerah. Kami masih ada untuk penulis dan pembaca seluruh makhluk didunia ini.
Penulis: Yanuar