17 Desainer Surabaya Pamerkan Batik hingga Lurik, Bukti Kain Tradisional Makin Modern
Ajang Kreativitas Para Desainer Surabaya
Sebanyak 17 desainer asal Surabaya kembali unjuk gigi dalam gelaran fashion show bertajuk Surabaya Fashion Parade 2025. Event tahunan ini sukses memikat perhatian pencinta mode, khususnya para pecinta kain tradisional Indonesia.
Dalam pagelaran yang digelar di sebuah mal ternama Surabaya, deretan busana rancangan desainer muda hingga senior tampil memukau. Mereka menampilkan koleksi dengan mengangkat kekayaan kain Nusantara seperti batik, tenun, hingga lurik, namun dikemas dengan desain kekinian.
Batik, Lurik, dan Tenun dalam Balutan Modern
Berbeda dari fashion show batik pada umumnya, koleksi kali ini tampak segar berkat permainan potongan dan detail modern. Beberapa desainer memilih menonjolkan batik tulis motif kontemporer, sementara yang lain menampilkan lurik Solo dalam format gaun asimetris.
Salah satu yang mencuri perhatian adalah rancangan Dewi Anggraeni, desainer muda yang memadukan kain lurik dengan bahan organza dan payet. Sentuhan detail modern pada rok tumpuk dan atasan berstruktur membuat lurik yang identik dengan kesederhanaan tampak mewah.
“Banyak orang bilang lurik itu kain ‘ndeso’. Padahal kalau dipadukan dengan material lain, hasilnya bisa sangat elegan,” kata Dewi kepada Kompas Lifestyle.
Upaya Lestarikan Kain Nusantara di Tengah Tren Global
Gelaran ini juga menegaskan bahwa para desainer muda Surabaya ingin membuktikan kain tradisional Indonesia tetap relevan di era global. Dengan pasar fashion yang terus bergerak dinamis, inovasi menjadi kunci agar batik, lurik, dan tenun tidak ditinggalkan generasi muda.
“Anak muda sekarang suka hal simple, praktis. Makanya saya bikin batik dengan potongan minimalis dan warna pastel, supaya wearable,” ujar Alvin Kurniawan, salah satu desainer peserta.
Upaya ini mendapat dukungan penuh dari Pemkot Surabaya yang terus mendorong industri kreatif lokal tumbuh, salah satunya melalui event pameran rutin dan pembinaan UMKM tekstil.
Ragam Gaya – Dari Kasual Hingga High Fashion
Keragaman karya 17 desainer ini terlihat dari variasi gaya busana yang dihadirkan. Ada koleksi ready to wear seperti kemeja batik oversized, outer lurik dengan potongan cropped, hingga gaun malam glamor dengan aksen batik tulis.
Beberapa koleksi bahkan memadukan kain etnik dengan unsur streetwear. Misalnya, jaket bomber batik yang dipasangkan celana cargo. Ada pula jumpsuit batik dengan potongan edgy yang cocok dikenakan generasi Z.
Antusiasme Pengunjung Fashion Show
Kehadiran fashion show ini sukses menarik minat pengunjung mal. Banyak penonton yang antusias mengabadikan koleksi busana dan membagikan momen di media sosial.
“Senang banget bisa lihat batik dan lurik ditampilkan sekeren ini. Jadi makin bangga pakai kain Indonesia,” ujar Clara, pengunjung asal Surabaya.
Beberapa tenant UMKM kain yang membuka pop-up booth di lokasi juga kebanjiran pesanan. Mereka menjual kain batik tulis, lurik, hingga aksesoris kain etnik yang mendukung tampilan busana modern.
Komitmen Desainer Menggandeng Perajin Lokal
Menariknya, hampir seluruh desainer peserta menjalin kerja sama dengan perajin batik dan lurik dari Jawa Timur dan Jawa Tengah. Hal ini menjadi bentuk nyata keberpihakan industri fashion lokal pada kelestarian warisan budaya.
“Kami nggak sekadar beli kain jadi, tetapi juga turun langsung ke desa, diskusi dengan pembatik. Jadi ada inovasi motif baru tapi tetap pakai teknik tradisional,” kata Maya Pratiwi, desainer senior Surabaya yang fokus di batik tulis.
Dengan pola kerja seperti ini, roda ekonomi perajin di desa tetap berputar, sementara desainer memiliki kebebasan mengeksplor motif dan warna.
Dukungan Pemerintah dan Komunitas Fashion
Pemkot Surabaya menilai pameran seperti ini sangat bermanfaat untuk mendongkrak industri kreatif. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Surabaya, dalam sambutannya, menyatakan akan terus memfasilitasi event serupa agar desainer muda punya wadah memamerkan karyanya.
Beberapa komunitas fashion lokal pun mendukung lewat workshop, pelatihan, hingga bazar mini. Langkah ini diharapkan melahirkan regenerasi desainer yang tidak hanya berorientasi tren, tetapi juga berkontribusi menjaga identitas budaya.
Menembus Pasar Internasional
Beberapa desainer Surabaya bahkan mulai melirik pasar luar negeri. Mereka rajin mengikuti pameran di luar, menjalin kerja sama dengan buyer mancanegara, hingga memasarkan koleksi melalui e-commerce global.
“Sekarang era digital, batik bisa sampai Eropa lewat platform online. Kalau desainnya modern, target pasarnya makin luas,” ujar Alvin Kurniawan.
Tak sedikit diaspora Indonesia di luar negeri yang bangga mengenakan batik modern untuk acara resmi maupun sehari-hari.
Pesan untuk Generasi Muda
Para desainer berpesan agar generasi muda tak lagi melihat batik dan lurik sebagai busana ‘kuno’. Justru, saat ini semakin banyak cara untuk memadukan kain tradisional dengan gaya masa kini.
“Mulai dari jaket, kemeja, rok, sampai sneakers, semua bisa disisipkan aksen kain tradisional. Yang penting berani mix and match,” ungkap Dewi.
Ia juga berharap makin banyak anak muda yang tertarik mendalami desain tekstil, agar warisan budaya Indonesia terus berkembang di tangan generasi penerus.
Penutup – Kain Tradisional, Identitas yang Tak Lekang
Pameran 17 desainer Surabaya menjadi bukti bahwa batik, lurik, dan tenun tidak pernah lekang oleh waktu. Inovasi desain membuatnya relevan di pasar modern, sementara kerja sama dengan perajin lokal memastikan nilai tradisi tetap terjaga.
Lewat kreativitas tanpa batas, kain tradisional Indonesia akan terus bersaing dengan tren global, sekaligus menjadi kebanggaan yang bisa diusung ke panggung mode dunia.