Entertainment

Debat Cara Pemakaman Ayah Sarwendah: Tradisi vs Preferensi Keluarga

Prosesi pemakaman ayah Sarwendah, Hendrik Lo, menarik sorotan publik karena adanya perdebatan seputar tata cara dan ritual yang diterapkan keluarga. Kejadian ini memicu diskusi luas terkait keseimbangan antara tradisi, kepercayaan, dan pilihan pribadi yang diambil oleh keluarga almarhum.

1. Ritual Tionghoa-Buddha dalam Pemakaman

Dari liputan Suara.com, Sarwendah dan keluarga mengenakan pakaian serba putih saat pemakaman yang dipimpin oleh bhikkhu (biksu Buddha). Mereka juga membacakan doa dalam bahasa Tionghoa, menyebarkan kertas sembahyang berwarna emas di atas peti, dan menyiapkan persembahan ritual khas budaya Tionghoa-Buddha. Ini menunjukkan bahwa agama almarhum adalah Buddha, dan tradisi leluhur dengan kepercayaan Tionghoa tetap dijaga.

2. Perdebatan yang Muncul

Meskipun begitu, muncul tanda tanya dari publik terkait apakah tradisi tersebut benar-benar mewakili kehendak almarhum atau lebih dipengaruhi oleh pihak keluarga. Ada yang mempertanyakan:

  • Apakah ini sesuai dengan keinginan pribadi almarhum?
  • Apakah keluarga mempertimbangkan atau memberi ruang pada preferensi spiritual mendiang?
  • Apakah ritual ini semata pemenuhan tradisi turun-temurun?

Belum ada respons langsung dari Sarwendah mengenai kontroversi ini, namun dia tetap memfokuskan diri pada penghormatan terakhir dengan penuh khidmat.

3. Momen Haru saat Tutup Peti dan Pengiring Jenazah

Tiga hari setelah wafatnya, digelar upacara tutup peti dan malam kembang di rumah duka Grand Heaven, Pluit. Selanjutnya, pada Rabu, 23 Juli 2025, dilaksanakan kremasi di Krematorium Heaven.

Dalam prosesi kremasi, Sarwendah terlihat memegang erat foto sang ayah, berjalan di barisan terdepan dengan tatapan penuh duka dan khidmat. Iringan barisan kehormatan berjaga rapi, menciptakan suasana yang sakral.

4. Tanggapan Keluarga dan Sahabat

Sarwendah tampak tegar meski jelas merasakan kesedihan mendalam. Sahabat seperti Papham dan Jordi Onsu mendampingi dan memberikan dukungan emosional baik di rumah duka maupun selama prosesi pemakaman.

Kesimpulan

Prosesi pemakaman ayah Sarwendah menerapkan ritual tradisional Tionghoa-Buddha—disebut doa bahasa Tionghoa, kertas emas sembahyang, dan pelayanan bhikkhu. Meskipun menimbulkan pertanyaan publik terkait kehendak pribadi almarhum, keluarga tetap jalankan dengan penuh penghormatan dan syarat budaya. Ini menggambarkan dilema umum banyak keluarga saat menghormati nilai tradisi, spiritual, dan keinginan individu dalam satu kesempatan sakral.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *