Kritik dari Senayan Usai “Merah Putih: One for All” Menuai Sorotan: Visual & Anggaran Jadi Sorotan DPR
Film animasi Merah Putih: One for All yang akan tayang pada 14 Agustus ini menjadi pembicaraan publik. Tidak hanya warganet, sejumlah anggota DPR RI juga memberikan catatan penting terkait kualitas visual dan besaran anggaran produksi film tersebut.
Sorotan Warganet dan DPR
Trailer film ini langsung mendapat kritik keras dari netizen karena visualnya dianggap terlalu kaku, usang, bahkan mirip grafis video game era PlayStation 2. Banyak pula yang mempertanyakan kejelasan anggaran yang diklaim mencapai Rp 6,7 miliar.
“Visualnya kurang maksimal dan cerita terkesan terburu-buru,” tulis seorang kritikus film lokal. Bahkan, beberapa adegan dianggap tidak relevan atau aneh, seperti munculnya objek seperti AK-47 di latar tone tertentu.
Respons dari DPR: Kritik untuk Evaluasi, Bukan Menjatuhkan
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani, memandang bahwa film ini tetap memberikan kontribusi positif karena mengusung nilai kebangsaan dan persatuan. Namun, ia berharap masukan dari publik dijadikan bahan evaluasi untuk kualitas karya berikutnya.
Menurut Lalu Hadrian, film animasi merupakan medium yang kompleks dan tidak mudah diproduksi. Ia mendukung proses kreatif tanpa mengabaikan kebutuhan peningkatan kualitas.
Sudut Pandang DPR: Generator Pertumbuhan Industri Animasi Nasional
Anggota Komisi VII DPR RI, Ilham Permana, turut menyampaikan apresiasi terhadap upaya kreator lokal dalam berkarya melalui animasi. Ia menegaskan, dunia animasi membutuhkan dukungan tidak hanya dari segi dana, tetapi juga pendampingan teknis, pelatihan SDM, dan transfer teknologi agar hasil karyanya bisa bersaing secara global.
Ringkasan Inti Kritik & Apresiasi
Isu Utama | Detail |
---|---|
Kualitas Visual | Dinilai kaku, gelap, bahkan terkesan kedaluwarsa oleh penonton, publik |
Anggaran Produksi | Dipertanyakan karena tampilannya tidak sebanding dengan biaya tinggi |
Respons DPR | Mendukung karya lokal, kritik sebagai bentuk evaluasi konstruktif |
Dukungan Industri | Dibutuhkan pendanaan, pelatihan, dan dukungan teknis |
Kesimpulan
“Merah Putih: One for All” membuka diskusi penting tentang kondisi industri animasi Indonesia: meski penuh semangat nasionalisme, film ini juga menunjukkan masih ada celah dalam hal eksekusi visual dan nilai produksi. Kritik dari publik dan DPR seharusnya menjadi bahan evaluasi untuk memperkaya kualitas karya anak bangsa bukan untuk melemahkannya.