Food & HealthNewsWorld

Restoran di China Sajikan “Afternoon Tea” dengan Anak Singa, Menu Ini Picu Kontroversi Global


Wisata Kuliner Kombinasi Mewah dan Gimmick Ekstrem

Sebuah restoran mewah di kota Taiyuan, provinsi Shanxi, China, baru-baru ini menjadi viral karena menawarkan paket “afternoon tea” seharga ± 1.078 yuan (± USD 150) yang menyertakan sesi “cuddle” atau belaian bersama anak singa. Konsep ini juga mencakup interaksi langsung dengan hewan eksotik lain seperti alpaka, rusa, llama, dan kura-kura.


Dari Selfie di WeChat ke Tuduhan Etis

Sejak peluncurannya Juni 2025, para pengunjung banyak memamerkan foto dan video saat memegang dan menyentuh anak singa. Konten ini ramai ramai dibagikan di platform seperti WeChat dan Weibo hingga memicu kecaman luas news.az. Banyak netizen mempertanyakan apakah praktik ini legal, aman, atau sekadar alat marketing demi viral di media sosial.


PETA dan Pakar HAM Satir “Bentuk Eksploitasi”

Beberapa kelompok HAM satwa langsung angkat bicara. Jason Baker, Senior Vice President PETA, mengecam keras:

“Tearing lion cubs from their mothers so diners can handle them over afternoon tea is exploitation, not entertainment. These animals are living, feeling beings, not toys.”

Senada, Peter Li dari Humane World for Animals menegaskan:

“Even a young lion is capable of lashing out and injuring a human… morally unacceptable and dangerously irresponsible.”


Restoran Bantah dan Bandingkan Diri dengan Kebun Binatang

Manajemen restoran, Wanhui Tower, menjelaskan bahwa mereka memiliki lisensi pemeliharaan dua singa Afrika dan menyatakan hewan dibesarkan oleh staf profesional. Mereka membandingkan konsep mereka seperti kebun binatang mini yang menyediakan layanan premium. Namun klaim ini dianggap lemah, karena norma legal di wilayah setempat melarang kontak dekat antara manusia dan satwa buas.


Investigasi Resmi dari Pemerintah Provinsi

Shanxi Provincial Forestry and Grassland Bureau telah membuka penyelidikan terkait kegiatan ini. Kata “ditangani secara mendesak” biasanya menandakan proses hukum sedang berjalan di China.


Respon Publik: Boikot dan Kritik Tajam

Di antara gelombang kritik, muncul ajakan boikot terhadap restoran. Para pengusaha kuliner lokal bahkan menolak terkait nama mereka digunakan dalam propaganda online restoran tersebut. Netizen keberatan dan menganggap gimmick ini membahayakan kedua belah pihak—manusia maupun satwa.


Tren Masyarakat Eksploitasi Satwa sebagai Gimmick

Kasus ini bukan yang pertama. Di beberapa daerah, termasuk Chiang Mai (Thailand) dan Chongqing (China), sempat muncul konsep serupa: kafe anak singa dan hotel yang menyediakan “red panda wake‑up service”. Praktik-praktik semacam ini menuai kritik global dan pemanggilan investigasi oleh pihak berwenang .


Risiko Kesehatan dan Keamanan Pelanggan

Lebih dari sekadar etika, interaksi dengan anak singa juga berisiko tinggi. Satwa liar, bahkan yang masih muda, bisa bereaksi agresif jika terstimulasi atau stres. Peter Li mengingatkan risiko cedera serius yang bisa dialami oleh pengunjung melalui interaksi tersebut.


Bila Dibandingkan, Dimana Batas Legal?

Di banyak negara, satwa buas hanya boleh berada cukup jauh dari pengunjung dan under supervised environment. Pengalaman “hands-on” seperti di Wanhui Tower dianggap melanggar batas-batas tersebut—terutama bila hewan dipisahkan dini dari induknya demi kepuasan konsumen.


Harapan Regulasi dan Edukasi Publik

Aksi seperti ini dapat menjadi momentum untuk memperketat regulasi dan edukasi tentang hak dan kebutuhan satwa. Pemerintah, praktisi kebun binatang, dan LSM diharapkan membuka dialog bersama agar satwa dilindungi dari eksploitasi demi profit. Para pakar menilai interaksi ala restoran ini melewati garis etika dan membahayakan ekosistem perlindungan hewan.


Afeksi Gratis atau Biaya Kebodohan?

Konsep “makan siang bareng anak singa” di China menimbulkan debat serius soal etika, keamanan, dan perlindungan satwa. Meskipun restoran mengklaim konsep mereka legal dan profesional, reaksi publik dan penyelidikan resmi menunjukkan bahwa masyarakat global mulai menolak bentuk eksploitasi hewan atas nama pengalaman dan foto sekadar untuk konten.

Menebang garis antara hiburan dan penyiksaaan, kasus ini mengingatkan bahwa eksotik tidak boleh dijadikan objek komersial tanpa memikirkan kesejahteraan hewan dan keselamatan manusia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *