NewsTechnologyWorld

Teknologi AI ‘Imitasi Akal’ Sedot Pasokan Air Minum Manusia — Ini Sebabnya


Misteri di Balik Label “Akal Imitasi”

Istilah menarik seperti “Akal Imitasi” atau artificial intelligence (AI) merujuk pada sistem yang meniru cara berpikir manusia. Tapi seperti yang diungkap sejumlah ahli, kemampuan AI tidak hanya memicu dampak digital—namun juga menguras sumber daya fisik, terutama air. Jurang antara konsep dan realita ini jadi semakin menonjol.


AI Tidak Hanya Butuh Listrik, Tapi Juga Air

Saat kita menjalankan ChatGPT atau model AI lain, data center di balik layar bekerja keras. Rangkaian server yang menghasilkan panas besar perlu pendinginan intensif—umumnya menggunakan sistem pendingin berbasis air. Sumber dari Kompasiana menyebut, hanya 10–50 permintaan ke AI bisa menggunakan 2 liter air, dan jika dikali jutaan user, angka catatannya bisa sangat besar.


Kasus Nyata—AI Picu Krisis Air di Johor

Isu ini bukan sekadar teori. Di daerah seperti Johor, Malaysia, industri data center dan layanan AI tercatat telah menyedot pasokan air minum lokal, memicu kekhawatiran dan konflik akses antara kebutuhan teknologi dan masyarakat setempat.


Mengapa Air Bersih Diperlukan?

  • Efisiensi pendinginan: Air lebih efisien dan murah dibanding pendingin udara di skala besar.
  • Kualitas tinggi diperlukan: Catu air harus bebas korosi dan mineral untuk melindungi perangkat.
  • Bukan air sisa: Mayoritas adalah air minum yang tak bisa didaur ulang—artinya, berisiko mengurangi pasokan publik.

Dampak Kerusakan Lingkungan dan Sosial

  1. Krisis air lokal: Komunitas kehilangan akses air bersih karena dialihkan ke data center.
  2. Konsumsi tak terlihat: Kontaminasi air industri sulit diketahui publik.
  3. Kesenjangan pasokan: Bukan hanya komputer, tapi manusia juga bisa kekurangan.

Inovasi Pendingin Tanpa Air & Solusi Teknologi

Beberapa perusahaan melakukan inovasi, misalnya Google, yang membangun data center dengan pendingin udara di Waltham Cross (Inggris), untuk mengurangi konsumsi air. Namun adopsi teknologi ini belum meluas.


Gerakan Menuju AI Berkelanjutan

Jika AI hanya fokus pada efisiensi performa, kita kehilangan gambaran besar: teknologi harus tunduk pada tujuan etis, baik sosial maupun ekologis. AI perlu dirancang untuk mendorong keadilan, bukan hanya produksi — termasuk mempertimbangkan akses air bersih sebagai bagian dari ekosistemnya.


Apa yang Bisa Dilakukan?

  • Regulasi lokal: Batasi penggunaan air di pusat data dengan izin spesifik, seperti di Johor.
  • Standar hijau global: ISO atau lembaga independen menerbitkan sertifikasi water-efficient untuk data center.
  • Teknologi hemat air: Gunakan kinerja pendinginan canggih—air cooling, heat exchangers, dan AI sendiri untuk optimasi penggunaan air.
  • Transparansi Publik: Setiap operator data center perlu melaporkan konsumsi air secara terbuka kepada instansi dan masyarakat.

Ajakan Bagi Pengembang & Pengguna AI

  1. Evaluasi jejak air dari aplikasi yang kamu gunakan.
  2. Tuntut praktik berkelanjutan pada provider layanan cloud.
  3. Arahkan riset AI ke efisiensi sumber daya – bukan sekadar kecepatan atau kapasitas.

Air dan Masa Depan AI

Teknologi AI kini sudah memasuki ranah critical utilities—bukan hanya listrik dan data, tapi juga air bersih. Jika kita tidak segera mengontrol dampaknya, teknologi canggih ini bisa jadi malah menghancurkan akses dasar manusia. Memegang kendali teknologi berarti juga menjaga bumi dan generasi mendatang.

Mari jadikan AI lebih dari sekadar “imitation intelligence”—jadikan ia solusi, bukan masalah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *