Toba Tenun Gaungkan Peran Perempuan dalam Pelestarian Tenun Batak
Toba Tenun, sebuah inisiatif pemenangan tekstil tradisional dari kawasan Danau Toba, memfokuskan perannya pada pemberdayaan perempuan sebagai penjaga warisan budaya ulos Batak. Sejak didirikan pada tahun 2018, organisasi ini telah bermitra dengan lebih dari 200 perempuan perajin tenun, menciptakan dampak sosial dan ekonomi yang signifikan di komunitas lokal.

Penggerak Pemberdayaan Perempuan
Para penenun perempuan dikenal sebagai partonun menempati posisi sentral dalam produksi kain ulos. Mereka tidak hanya menenun, tetapi juga menjadi penjaga kearifan lokal serta simbol kesetaraan budaya. Toba Tenun mendukung mereka melalui pelatihan teknik tenun, advokasi hak perempuan, serta pembentukan rumah komunitas seperti Jabu Bonang dan Jabu Borna untuk pendidikan, riset pewarna alami, dan networking.
Kegiatan pemberdayaan ini memberi dampak nyata: pendapatan perempuan meningkat, mereka memiliki akses ke pelatihan kewirausahaan, serta semakin aktif di komunitas geowisata di Danau Toba. Hal ini sejalan dengan praktik kebijakan gender inklusif yang juga terlihat di wilayah geopark internasional seperti M’Goun di Maroko dan Langkawi di Malaysia.
Warisan Budaya di Setiap Ulitan Benang
Ulos bukan hanya kain, melainkan simbol cinta dan perlindungan sekaligus identitas budaya Batak. Wanita yang menenun ulos memegang peran spiritual dan sosial—mengirimkan doa, harapan, serta nilai filosofi ke dalam tiap motif. Teknik tenun manual dan pewarnaan alami menunjukkan kualitas craftsmanship tinggi yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Melalui komunitas dan koperasi, para perempuan pelaku tenun di Danau Toba mampu menghasilkan produk kain ulos yang dijual dengan harga layak, serta menjangkau pasar lokal dan internasional. Dengan demikian, mereka memperoleh bukan hanya pengakuan budaya tetapi juga kemandirian ekonomi.

Kontribusi Sosial–Ekonomi yang Nyata
Tidak sekadar memproduksi ulos, Toba Tenun dan Jabu Bonang/Borna bekerja sama menyediakan akses pasar dan pelatihan digital. Dengan strategi ini, ratusan perajin perempuan terdorong menjadi pelaku ekonomi kreatif mandiri. Pendapatan kolektif komunitas meningkat, dan kemampuan mereka dalam berbisnis menjadi pengalaman praktis yang memberdayakan.
Inisiatif ini mendapat dukungan lebih luas saat Toba Tenun menggandeng Sarinah untuk kampanye #PerempuanDirayakan, yang mempertegas komitmen untuk memberi ruang dan penghargaan terhadap perempuan pencipta ulos. Talkshow dan pameran dalam kampanye tersebut menempatkan perempuan sebagai pusat narasi industri kreatif.
Tantangan Era Modern dan Strategi Pelestarian
Generasi muda mulai enggan menenun karena dianggap tidak menarik secara ekonomi. Produk tekstil massal juga mengancam pasar ulos asli. Namun kehadiran Toba Tenun menjadi pionir perubahan: mereka mengintegrasikan motif ulos ke fashion modern, menjalin pemasaran online, dan memperkenalkan pewarna alami yang ramah lingkungan.
Upaya pelestarian juga didukung oleh pelatihan, koperasi, serta pengakuan resmi terhadap perempuan Batak sebagai pelaku cerita identitas kolektif. Proses kreatif ini memastikan ulos tidak hilang, melainkan tetap relevan dan dihargai di pasar modern.
Tenun Batak bukan saja kain indah, melainkan karya budaya yang menjaga sejarah dan komunitas. Perempuan menjadi penjaga nilai, ahli seni tenun, dan agen pemberdayaan bahkan dalam struktur masyarakat mata pencaharian. Melalui program seperti Toba Tenun, mereka menemukan nilai budaya sekaligus ekonomi dari tradisi yang dijaga dengan tekun.