NewsWorld

Trump Ancam Xi Jinping dengan Bom ke Beijing, Hubungan AS-Tiongkok Kian Memanas


Pernyataan Trump Buat Dunia Tercengang

Dunia internasional kembali dibuat gempar dengan pernyataan mengejutkan Presiden AS Donald Trump. Setelah sebelumnya melontarkan ancaman keras ke Presiden Rusia Vladimir Putin, kini Trump menyinggung Xi Jinping, Presiden Tiongkok.

Dalam pidatonya di Gedung Putih pada Rabu (9/7/2025), Trump secara terbuka memperingatkan Tiongkok agar tidak “bermain api” di Laut Cina Selatan. Ia menegaskan, jika Beijing nekat melanggar garis merah AS dan sekutu di Asia Pasifik, ia tak segan mempertimbangkan opsi militer, termasuk “membawa bom ke Beijing”.

Ucapan ini kontan memicu kegelisahan di banyak ibu kota negara Asia. Komentar Trump dinilai semakin memperkeruh suasana di tengah ketegangan Laut Cina Selatan yang sudah memanas sejak awal 2025.


Latar Belakang Ancaman Trump ke Xi Jinping

Ancaman Trump muncul tak lama setelah citra satelit memperlihatkan aktivitas militer Tiongkok di beberapa pulau sengketa di Laut Cina Selatan. Tiongkok dikabarkan membangun infrastruktur militer baru, lengkap dengan sistem radar canggih.

Washington dan beberapa sekutunya, termasuk Filipina dan Jepang, menilai langkah tersebut membahayakan jalur pelayaran internasional. Bagi Trump, Tiongkok dianggap sengaja menantang dominasi AS di Asia Pasifik.

“Kalau Tiongkok berpikir bisa mendikte jalur perdagangan internasional seenaknya, mereka salah besar. Beijing harus tahu Amerika tidak akan tinggal diam,” kata Trump dalam pidatonya.


Reaksi Beijing – Pemerintah Tiongkok Tuntut Klarifikasi

Tak butuh waktu lama, juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Wang Wenbin, langsung merespons keras pidato Trump. Beijing menilai ucapan Trump sebagai bentuk provokasi dan pelanggaran etika diplomasi internasional.

“Kami mendesak pihak AS berhenti mengobarkan retorika perang dingin yang berbahaya. Ancaman untuk ‘membom Beijing’ adalah sesuatu yang tidak dapat diterima,” ujar Wang dalam konferensi pers di Beijing.

Tiongkok juga memanggil Duta Besar AS di Beijing untuk dimintai klarifikasi. Beberapa analis menilai hubungan bilateral kedua negara akan memasuki fase terdingin dalam satu dekade terakhir.


Ketegangan Laut Cina Selatan Jadi Titik Panas

Sengketa Laut Cina Selatan sudah lama menjadi sumber gesekan antara Tiongkok dan beberapa negara ASEAN, seperti Filipina, Vietnam, dan Malaysia. AS sebagai sekutu utama kawasan kerap mengirim kapal perang untuk menjalankan “kebebasan navigasi”.

Pada era Trump sebelumnya, AS juga meningkatkan latihan militer bersama sekutu di kawasan, namun ancaman eksplisit untuk ‘membom Beijing’ baru kali ini terdengar secara gamblang.

Analis Asia Timur, Joseph Chang, menyebut retorika Trump bisa memicu perlombaan senjata baru di kawasan. “Sekutu AS mungkin senang dengan sikap tegas Trump, tapi eskalasi ini juga berisiko salah perhitungan di lapangan,” ujarnya.


Sekutu AS Terbelah, Jepang dan Filipina Beri Sinyal Hati-Hati

Beberapa sekutu AS di Asia Pasifik, seperti Jepang dan Filipina, merespons pernyataan Trump dengan nada lebih hati-hati. PM Jepang menegaskan pentingnya stabilitas di Laut Cina Selatan, tetapi menekankan solusi damai dan diplomasi.

Presiden Filipina pun meminta AS tetap mengedepankan jalur perundingan. “Kami mendukung kebebasan navigasi, tetapi jalur dialog harus dibuka selebar mungkin agar konflik tidak makin meluas,” katanya.


China Perkuat Sistem Pertahanan Ibu Kota

Di Beijing, laporan media setempat menyebut pemerintah mulai meninjau ulang kesiapan pertahanan ibu kota. Beberapa sumber menyebut sistem rudal anti serangan udara di sekitar Beijing dalam kondisi siaga penuh.

“Pernyataan Trump direspons serius di level militer. Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) tak akan ragu membalas jika ada provokasi nyata,” tulis Global Times, media pro-pemerintah Tiongkok.


Ancaman Dampak Ekonomi

Selain potensi konflik militer, ketegangan ini juga dikhawatirkan menambah beban ekonomi global. Perdagangan AS–Tiongkok yang nilainya triliunan dolar bisa terganggu jika eskalasi benar-benar terjadi.

Pasar saham Asia pun sempat goyah usai pidato Trump beredar. Indeks di Hong Kong, Shanghai, dan Tokyo sempat melemah. Investor khawatir jalur pelayaran di Laut Cina Selatan bisa terganggu, mempengaruhi rantai pasok global.


PBB Serukan Dialog, Dunia Waspada

PBB lewat juru bicaranya mendesak semua pihak menahan diri. Sekjen PBB Antonio Guterres menekankan pentingnya jalur komunikasi terbuka agar retorika ancaman tidak berubah menjadi konflik nyata.

“Dunia tidak butuh konflik baru. Kita sudah menghadapi cukup banyak tantangan global,” kata Guterres.


Apa Kata Pengamat di AS?

Di AS, beberapa pengamat menilai pernyataan Trump bisa jadi strategi tekanan untuk memaksa Tiongkok mundur dari klaim sepihak di Laut Cina Selatan.

Namun, pengamat lain mengingatkan bahwa bahasa ancaman seperti ‘membom Beijing’ bisa menimbulkan antipati publik, baik di Tiongkok maupun di negara-negara sekutu.

“Bagaimanapun, perang di era nuklir bukan ancaman main-main. Kata-kata pemimpin seharusnya dijaga,” kata Michael Thompson, peneliti di lembaga think tank AS.


Dunia Menanti Langkah Lanjutan

Ancaman Trump pada Xi Jinping makin menegaskan wajah politik luar negeri AS yang keras di era barunya. Di satu sisi, ini memberi sinyal bahwa Washington tidak akan membiarkan pengaruh Tiongkok semakin meluas di Asia Pasifik. Di sisi lain, risiko salah langkah juga terbuka lebar.

Kini, dunia menanti: akankah Beijing meredam ketegangan lewat jalur diplomasi, atau justru menjawab ancaman dengan aksi di lapangan? Satu hal pasti, stabilitas Laut Cina Selatan kembali di ujung tanduk.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *