Trump Tandatangani Perintah Eksekutif: Puluhan Negara Kena Tarif Impor Baru
Presiden Donald Trump menandatangani perintah eksekutif pada 31 Juli 2025 yang menginstruksikan pemberlakuan tarif impor baru terhadap puluhan negara mitra dagang. Kebijakan ini akan mulai efektif pada 7 Agustus dan memicu ketegangan dalam hubungan dagang global.
Pemerintah AS menetapkan tarif dasar sebesar 10% untuk negara yang memiliki surplus perdagangan terhadap AS. Sementara negara-negara yang tidak memiliki perjanjian dagang atau dianggap tidak seimbang posisinya menghadapi tarif mulai dari 15% hingga 41%, tergantung tingkat ketidakseimbangannya. Tarif ini dijuluki sebagai “Trump round of negotiations” dan digunakan sebagai alat negosiasi bilateral.

Tarif Khusus dan Tingkat Tertinggi
Amerika Serikat memberikan tarif yang relatif lebih rendah (15–20%) kepada negara dengan kesepakatan dagang sebagian seperti Uni Eropa, Jepang, Korea Selatan, Phillipina, Vietnam, dan Indonesia. Indonesia khususnya disebut terkena tarif sebesar 19% sebagai bagian dari kesepakatan hampir selesai.
Negara lain yang tidak mencapai kesepakatan lanjut diberi tarif tinggi:
- Suriah: 41%
- Myanmar dan Laos: 40%
- Iraq dan Serbia: 35%
- Swiss dan Taiwan: antara 39–41%
Negara-negara lain yang tidak disebutkan akan tetap dikenakan tarif 10%.
Penanganan Pengalihan Barang (Transshipment)
Perintah eksekutif ini juga mengatur bea masuk hingga 40% untuk barang yang dialihkan melalui negara pihak ketiga demi menghindari tarif lebih tinggi. Hal ini sebagai respons terhadap praktik transshipment yang semakin marak, terutama dari negara seperti China ke negara-negara Asia Tenggara.
Latihan Hukum dan Tantangan Konstitusional
Kebijakan ini diterapkan berdasarkan Undang-undang Emergency Economic Powers (IEEPA). Namun beberapa keputusan pengadilan federal AS menyatakan bahwa penggunaan UU ini untuk mengatur tarif adalah tindakan di luar otoritas presiden. Meskipun demikian, keputusan masih dalam proses banding sehingga tarif tetap berjalan sementara waktu.
Respons Global dan Pasar
Pasar saham Asia mengalami koreksi setelah pengumuman tarif. Negara-negara seperti Jepang, Korea Selatan, Vietnam, dan Filipina menyatakan kesiapan untuk negosiasi ulang. Sementara negara seperti Brazil dan Canada menghadapi reaksi kuat dari dalam negeri. AS dipandang sebagai menerapkan kebijakan proteksionisme yang dapat meningkatkan biaya impor dan tekanan inflasi global.
Negosiasi dan Tenggat Waktu
Trump memberikan tenggat hingga 7–12 Agustus untuk melakukan negosiasi ulang. Beberapa negara seperti Meksiko mendapat tambahan waktu 90 hari. Indonesia mendapat tarif 19% namun kesepakatan tertentu memungkinkan pengurangan tarif untuk produk seperti agrokomoditas tertentu.
Dampak pada Indonesia
Kebijakan ini berdampak pada sektor ekspor Indonesia. Pada Juli 2025 ekspor ke AS meningkat, terutama komoditas seperti sawit, emas, elektronik, dan tekstil. Indonesia juga sepakat membeli 50 pesawat Boeing sebagai bagian dari kesepakatan untuk memperingan tarif.
Kesimpulan
Langkah Trump ini merupakan eskalasi serius dalam proteksionisme global; tarif tinggi digunakan sebagai alat tawar diplomatik untuk memaksa kesepakatan baru. Bagi negara yang sudah membuat konsesi, tarif ditetapkan di kisaran moderate (15–20%). Bagi yang tidak bernegosiasi, risiko tarif sangat tinggi siap diterapkan termasuk produk impor strategis. Kunci menghadapi dampak perubahan ini adalah kelancaran diplomasi perdagangan dan kesiapsiagaan sektor bisnis.